Oleh : Febriliyanti
Siswi kelas 8F MTs Negeri Majenang
Malam perlahan mulai hilang
terbalut pagi yang datang berkiaskan kebahagiaan. Aku bangun penuh bahagia
diliputi semangat membara.
Aku segera beranjak dari tempat
tidurku. Tidak lupa kubaca Alhamdulillahilladzii
ahyaana ba’da ma amatana wailihin nusur. Kurapikan ranjang tempat tidurku.
“Syifa, subuh telah tiba,
segeralah ambil air wudlu,” suara ibu terdengar dari dapur mengingatkanku.
“Baik bu,” ujarku sambil bergegas
menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Selepas sholat aku menemui ibu.
“Syifa, kamu sudah selesai sholat
nak?” tanyanya dengan perlahan.
“Alhamdulillah, sudah bu. Ada
yang bisa Syifa bantu?” ujarku.
“Tidak ada sayang, ibu hanya
ingin menyampaikan sesuatu,” tutur ibu.
“Katakanlah bu, apa yang ingin
ibu sampaikan padaku?” sahutku sambil tersenyum.
“Syifa... putri ibu yang baik dan
cantik,” kata ibu dengan mata berkaca-kaca.
“Katakan saja bu, nggak usah
ragu. Please... jangan membuat Syifa khawatir,” ungkapku dengan penuh
penasaran.
“Syifa... maafkan ibu, sepertinya
kamu tidak dapat melanjutkan sekolahmu,” ibu berkata sambil menunduk.
Mendengar ucapan ibu aku hanya
terdiam membisu. Tatapanku kosong seolah tak berdaya. Tidak terasa air mataku
membasahi pipi.
Namun, bagaimanapun aku harus
kuat. Aku tidak boleh terbawa oleh perasaanku sendiri yang sedang galau. Aku
coba menatap wajah ibu.
“Tak apa bu, Syifa mengerti
dengan keadaan kita saat ini yang sedang kesulitan ekonomi,” ujarku sembari
tersenyum. Padahal hatiku teramat sedih, namun aku berusaha menyembunyikannya.
“Sekali lagi maafin ibu. Kamu
harus kuat sayang. Ibu tidak bisa berbuat apa. Penghasilan ibu yang hanya menjahit
tidak cukup untuk membiayai semuanya, sedangkan ayahmu masih terbaring lemah
tak berdaya,” isak ibu sambil memeluk anak semata wayangnnya.
“Sudah bu. Nggak apa-apa. Syifa
ikhlas jika harus berhenti sekolah,” ujarku sembari balas memeluk ibu.
“oh, anakku. Sungguh mulia
hatimu. Maafkan ibu yang belum bisa membahagiakanmu,”ucap ibuku.
Di luar pagi itu langit tampak
putih bak salju bersih yang bersih berhias embun yang jatuh menetes menambah keanggunan pagi.
Aku bersiap untuk menuntut ilmu
di sekolah. Setelah berpamitan kepada ibu dan ayah yang terbaring, aku bergegas
menuju sekolah.